PANDEGLANG, klikviral.com – Nasib Mochamad Abby Nanda Gustia Anak Yatim siswa kelas XI IPA 2 di SMA Negeri 3 Pandeglang Provinsi Banten terkatung – katung diduga akibat dari kebijakan pihak sekolah dalam melakukan mutasi, Senin (07/11).
Padahal pelaksanaan sistem mutasi peserta didik hendaknya menguntungkan kedua belah pihak.
Menyoroti hal tersebut, Aris Doris Ketua Aktivis Peleton Pemuda menyampaikan bahwa Mutasi peserta didik merupakan masalah didunia pendidikan. Oleh karena itu, mutasi peserta didik haruslah ditangani dengan baik, agar tidak mengakibatkan keruwetan yang berlarut-larut, yang pada akhirnya akan mengganggu aktivitas sekolah secara keseluruhan.
“Maka dari itu untuk mengetahui secara objektif tentang pelaksanaan sistem mutasi peserta didik perlu dilakukan penelitian mendalam agar tidak merugikan keduanya baik pihak sekolah juga peserta didik,” ucapnya.
Doris mengatakan, Pelaksanaan Sistem Mutasi Peserta didik di SMA Negeri 3 Pandeglang kurang lah bijak jika dilakukan sepihak tanpa adanya kejelasan tahapan-tahapan teguran yang dilakukan pihak sekolah secara tertulis dan dilengkapi bukti yang realita atas pelanggan yang dilakukan peserta didik.
“Untuk mengetahui dan menganalisis hasil Pelaksanaan sistem mutasi di SMA Negeri 3 Pandeglang kepada peserta didik, kami akan mengirimkan surat Audiensi ke Komisi IV DPRD Kabupaten Pandeglang, hal itu untuk untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat dari Pelaksanaan Sistem Mutasi yang dilakukan pihak sekolah,” paparnya.
Masih dikatakan Ketua Peleton Pemuda, rencana pihaknya juga akan melakukan investigasi dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, Teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi.
“Sejauh mana Pihak sekolah Merumuskan, menetapkan, dan mengembangkan visi sekolah, sehingga terjadi sistem mutasi yang diduga sepihak tanpa adanya perlindungan kepada siswa tertentu untuk dapat tumbuh dan berkembang,” tutur dia.
Lebih lanjut dijelaskannya, apa saja penyebab terjadinya mutasi dalam lingkungan sekolah dan apa faktor penyebab siswa dimutasi.
“Apakah adanya faktor individu, penilaian negatif terhadap siswa yang dimutasi, dan mungkin pelanggaran tata tertib sekolah dan ketidakmampuan mengikuti pelajaran sekolah, jika semua itu menjadi alasan seharusnya ada bukti secara formal yang disampaikan kepada walimuri,” tandasnya.
Sementara itu, Konsultan Hukum Misbakhul Munir, S.H., M.H. mengatakan pelaksanaan proses mutasi peserta didik harus objektif, transparan, akuntabel, adil dan tidak diskriminatif.
“Kami sampaikan bahwa pada dasarnya proses mutasi peserta didik harus adil, Jangan ada perbuatan diskriminasi guru terhadap siswa. dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU 20/2003 menerangkan bahwa pendidikan di Indonesia diselenggarakan dengan prinsip demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa,” ujar Misbakhul Munir SH MH yang juga selaku direktur Kantor Hukum AM Munir.
Misbahul Munir juga menegaskan Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban, salah satunya, untuk menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
“Selain itu, ketentuan Pasal 20 huruf c UU 14/2005 menegaskan bahwa guru berkewajiban untuk bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan, jika ada siswa yang terkatung-katung akibat kebijakan mutasi pihak sekolah harus bertanggung jawab,” tukasnya.
Ia menjelaskan, Perlindungan Hak Anak Dalam Pasal 1 angka 1 UU 35/2014, anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
“Karena masih berusia 17 tahun, Anda masih dikategorikan sebagai anak yang hak-haknya dilindungi oleh UU 23/2002 dan perubahannya. Adapun hak anak sebagaimana diatur Pasal 4 UU 23/2002 adalah hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” bebernya.
Ungkap lowyer Misbakhul Munir Lebih lanjut, Pasal 76A huruf a UU 35/2014 melarang setiap orang memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya.
“Dapat disimpulkan, apabila perlakuan guru-guru disebabkan karena alasan-alasan di atas, maka hal tersebut dapat disebut sebagai bentuk diskriminasi yang dilarang dalam UU 23/2002 dan perubahannya. Dengan demikian, perbuatan diskriminasi guru terhadap siswa berpotensi melanggar ketentuan UU 20/2003, UU 14/2005, dan UU 23/2002 dan perubahannya,” pungkasnya.
Terpisah Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Pandeglang, Supriyanto, S.pd., M.pd menjelaskan bahwa salah satu guru sudah komunikasi dengan yang bersangkutan dan Keluarganya.
“Saran solusi mutasi sudah disampaikan tinggal peserta didik dan Keluarga ambil keputusan,” singkat Kepala Sekolah ketika wartawan kembali mengkonfirmasi lewat WhatsApp pada Senin 7 November 2022.
Beda halnya dengan Kepala Sekolah, Mochamad Abby Nanda Gustia saat didampingi ayahnya dalam momentum musyawarah diruang kepala sekolah mengatakan bahwa tetap memutuskan untuk sekolah di SMA Negeri 3 Pandeglang.
“Kami berharap bisa tetap bersekolah di SMA Negeri 3 Pandeglang, dan tidak ingin dimutasikan,” ucap Mochamad Abby Nanda Gustia didampingi ayahnya dalam musyawarah diruang kepala sekolah.
(YEN/RG)