Cilegon
Tragedi di Cilegon: Pasien BPJS Tanpa Tempurung Kepala Diduga Dipaksa Pulang, Suami Meninggal Dunia Akibat Syok
CILEGON, — Duka berlapis menyelimuti keluarga Prihati, warga Lingkungan Jombang Kali RT 03 RW 09. Di tengah perjuangannya melawan sakit, pasien BPJS ini diduga dipulangkan oleh RSUD Kota Cilegon dalam kondisi yang belum stabil dan mengenaskan pasca-operasi tumor otak—yakni tanpa sebagian tempurung kepalanya.
Tragedi tidak berhenti di situ. Suami Prihati, yang terguncang hebat menyaksikan kondisi istrinya dipulangkan dalam keadaan demikian, dilaporkan dilarikan ke salah satu rumah sakit di Kota Serang. Takdir berkata lain, sang suami menghembuskan napas terakhirnya pagi ini, Rabu (29/10/2025).
Keluarga pasien kini menuntut kejelasan atas pelayanan RSUD Kota Cilegon yang mereka nilai jauh dari kata manusiawi.
Prihati tercatat menjalani operasi pengangkatan tumor di kepalanya pada 13 Oktober 2025. Namun, dalam kondisi yang jauh dari pulih, keluarga menyebut mereka “didorong” pulang oleh oknum tenaga kesehatan.
Keputusan pemulangan ini, menurut keluarga, diambil tanpa edukasi yang memadai atau persetujuan penuh dari mereka.
“Padahal belum sembuh total, tapi kok sudah disuruh pulang,” ujar seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan kepada tim media, Rabu (29/10/2025).
Pernyataan ini diperkuat oleh testimoni keluarga pasien berinisial KY. Ia menegaskan bahwa pemulangan itu murni atas saran dokter yang menangani, bukan inisiatif keluarga yang melihat kondisi Prihati masih sangat rentan.

“Sudah dikasih obat, tapi keadaan ibu belum sehat. Tapi salah satu oknum dokter menyuruh pulang,” kata KY lirih.
Keluarga semakin merasa tidak dihargai ketika rekam medis pasien, yang merupakan hak mereka, hanya diperlihatkan sekilas kepada anak pasien dan tidak diizinkan untuk dibawa pulang.
Tindakan memulangkan pasien dalam kondisi kritis ini dinilai publik sebagai praktik yang menabrak prinsip keamanan dan mutu layanan kesehatan. Hal ini jelas bertentangan dengan amanat Pasal 4 UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang secara tegas menyebutkan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Kisah pilu ini menyisakan pertanyaan mendalam di benak publik: Mengapa pasien dalam kondisi belum pulih—bahkan tanpa sebagian pelindung otaknya—sudah dipulangkan? Apakah standar medis telah diabaikan? Adakah motif efisiensi kuota ruang rawat yang tega mengalahkan keselamatan dan kemanusiaan pasien?
GMAKS Meminta Penyelidikan, Walikota Dan Wakil Rakyat Dituntut Bertanggung Jawab
Viralnya kabar tragedi ini memicu reaksi keras. Ketua GMAKS, Saeful Bahri, meminta aparat penegak hukum (APH), baik kepolisian maupun kejaksaan, untuk segera melakukan penyelidikan menyeluruh atas peristiwa ini.
“Adanya peristiwa ini adalah preseden buruk. Kami meminta APH tidak tinggal diam dan segera turun tangan,” tegas Saeful Bahri.
Lebih lanjut, ia juga menuntut Walikota Cilegon dan Wakil Rakyat Cilegon untuk bertanggung jawab penuh atas insiden tersebut. Menurutnya, dugaan mengembalikan pasien yang belum sehat dan belum pulih total ke rumahnya adalah sebuah kelalaian serius yang mencoreng wajah pelayanan publik di Kota Cilegon.
Hingga berita ini diturunkan, pihak RSUD Cilegon belum memberikan klarifikasi atas dugaan pemulangan paksa ini. Publik menunggu jawaban resmi serta langkah korektif, agar dugaan praktik serupa tidak kembali terjadi dan hak pasien tidak lagi dikorbankan atas alasan apa pun.(RED)















