TANGERANG – Proyek pemasangan Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) 20 kV milik PT PLN (Persero) UP3 Cikokol di sejumlah lokasi di Kota Tangerang menuai kritik keras. Pengerjaan proyek strategis ini dituding sarat pelanggaran, mulai dari ketiadaan izin galian resmi hingga pengabaian standar keselamatan kerja (K3).
Sorotan tajam ini dilayangkan oleh Perkumpulan Gerakan Masyarakat Anti Kriminalitas (GMAKS). Holida Nuriah, ST, dari GMAKS, menyatakan bahwa pelaksanaan proyek tersebut terindikasi kuat melabrak Standar Operasional Prosedur (SOP) dan regulasi yang berlaku.
Menurut Holida, setidaknya ada dua pelanggaran fatal yang menjadi fokus utama.
Pelanggaran Legalitas: Diduga ‘Colong Start’ Tanpa Izin
Pelanggaran pertama, menurut GMAKS, adalah soal legalitas perizinan. Proyek galian kabel tersebut diduga kuat telah berjalan—bahkan hampir rampung di beberapa titik—tanpa mengantongi izin galian resmi dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Tangerang.
Ironisnya, pekerjaan fisik tetap nekat dilakukan meskipun pihak PLN UP3 Cikokol disebut baru mengantongi Rekomendasi Teknis (Rekomtek) dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
“Informasi yang kami dapat, pihak PLN UP3 Cikokol belum memasukkan berkas pengajuan izin galian ke DPMPTSP, padahal pekerjaan sudah berlangsung,” ujar Holida.
GMAKS menilai kondisi ini sebagai bentuk pelecehan terhadap prosedur perizinan Pemerintah Kota Tangerang. “Ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kepatuhan BUMN terhadap regulasi daerah,” tegasnya.
Abaikan Teknis dan Keselamatan: Galian Dangkal, Pekerja Tanpa APD
Selain masalah perizinan, sorotan kedua tertuju pada amburadulnya pelaksanaan teknis dan keselamatan di lapangan. GMAKS menemukan adanya dugaan ketidakpatuhan serius terhadap Rekomtek Dinas PUPR maupun SOP internal PLN.
Salah satu temuan krusial adalah kedalaman galian kabel yang diduga tidak mencapai standar minimum PLN, yakni 150 cm untuk instalasi bawah tanah.
“Kedalaman yang tidak ideal ini sangat berpotensi membahayakan dan merusak utilitas lain di bawah tanah, seperti saluran PDAM,” papar Holida.
Lebih lanjut, aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lokasi proyek terkesan diabaikan. Para pekerja di lapangan seringkali terlihat tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap, seperti helm, rompi, dan sepatu keselamatan.
Dikeluhkan pula minimnya pengamanan lingkungan proyek. “Tidak ada turap sementara, material bekas galian menumpuk di area publik, dan ketiadaan pasir atau plat baja sebagai penutup lubang sementara. Ini jelas membahayakan pengguna jalan dan masyarakat sekitar,” tambahnya.
Atas temuan ini, GMAKS mendesak PLN UP3 Cikokol untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh dan memperketat pengawasan terhadap kontraktor pelaksana.
“Kami menuntut sanksi tegas jika terbukti ada pelanggaran. PLN juga harus transparan soal anggaran proyek, terutama terkait dana perizinan yang seharusnya masuk ke Kas Daerah (PAD),” pungkas Holida. (Andini Sofila)