Daerah
Edukasi Seputar PBG berdasarkan UU Cipta Kerja
PANDEGLANG, klikviral.com – UU Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 dan PP 16 Tahun 2021, telah mengamanatkan untuk membantu masyarakat dan para pengembang properti dalam membantu perizinan pembangunan.
Salah satu peraturan yang tertuang dalam undang-undang tersebut adalah penghapusan Izin Membangun Bangunan (IMB) menjadi Persetujuan Bangun Gedung (PBG) dan proses pengajuan PBG dilakukan melalui sistem elektronik atau SIMBG.
Pemerintah daerah berperan aktif untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pembangunan gedung.
Ada beberapa kelembagaan yang dibentuk seperti tim profesi ahli, tim penilaian teknis, ataupun juga pemilik.
Di dalam Pasal 7 UU Bangunan Gedung jo. UU Cipta Kerja mengatur setiap bangunan gedung harus memenuhi standar teknis bangunan gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung.
Pasal 24 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“UU Bangunan Gedung”) mengatur setiap bangunan gedung harus memenuhi standar teknis bangunan gedung sesuai fungsi dan klasifikasi.
A. Fungsi Bangunan Gedung
Bangunan gedung pada dasarnya ditetapkan berdasarkan fungsi bangunan gedung dan klasifikasi bangunan gedung.
Fungsi bangunan gedung merupakan ketetapan pemenuhan standar teknis ditinjau dari segi tata bangunan, lingkungan, maupun keandalan bangunan gedung, diantaranya:
* Fungsi hunian, mempunyai fungsi utama sebagai tempat tinggal manusia.
* Fungsi keagamaan, yang mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan ibadah.
* Fungsi usaha, yang mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan usaha, yang dibangun dengan tujuan untuk menjalankan kegiatan berusaha.
* Fungsi sosial dan budaya, yang mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan sosial dan budaya.
* Fungsi khusus, yang mempunyai fungsi dan kriteria khusus yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
* Fungsi bangunan gedung ditetapkan berdasarkan fungsi utama, berdasarkan aktivitas yang diprioritaskan pada bangunan gedung tersebut.
Bangunan gedung juga harus didirikan pada lokasi yang sesuai Rencana Detail Tata Ruang (“RDTR”), Jika RDTR belum disusun dan/atau belum tersedia, fungsi bangunan gedung digunakan sesuai dengan peruntukan lokasi dalam rencana tata ruang.
Lebih lanjut, apabila suatu bangunan gedung terdiri dari lebih dari 1 fungsi, bangunan tersebut dapat memiliki fungsi campuran.
Perlu diperhatikan, bangunan gedung yang memiliki fungsi campuran didirikan tanpa menyebabkan dampak negatif terhadap pengguna dan lingkungan di sekitarnya serta mengikuti seluruh standar teknis dari masing-masing fungsi yang digabung.
B. Klasifikasi Bangunan Gedung
Bangunan gedung diklasifikasikan berdasarkan :]
– Tingkat kompleksitas, meliputi bangunan gedung sederhana, tidak sederhana, dan khusus.
– Tingkat permanensi, meliputi bangunan gedung permanen dan nonpermanen.
– Tingkat risiko bahaya kebakaran, meliputi bangunan gedung tingkat risiko kebakaran tinggi, tingkat risiko kebakaran sedang, dan – Tingkat risiko kebakaran rendah.
lokasi, meliputi bangunan gedung di lokasi padat, lokasi sedang, dan lokasi renggang.
ketinggian bangunan gedung, meliputi bangunan gedung super tinggi, pencakar langit, bertingkat tinggi, bertingkat sedang, dan bertingkat rendah.
Kepemilikan bangunan gedung, meliputi Bangunan Gedung Negara dan bangunan gedung selain milik negara.
klas bangunan, dibagi menjadi kelas 1 sampai dengan kelas 10.
Bagian bangunan gedung yang penggunaannya insidental dan sepanjang tidak mengakibatkan gangguan pada bagian bangunan gedung lainnya, dianggap memiliki klasifikasi yang sama dengan bangunan utamanya.
Selain itu, bangunan gedung juga bisa memiliki klasifikasi jamak jika ada beberapa bagian dari bangunan gedung yang harus diklasifikasikan secara terpisah.
Selanjutnya, fungsi serta klasifikasi bangunan gedung dicantumkan dalam Persetujuan Bangunan Gedung (“PBG”), Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung (“SLF”), dan Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung (“SBKBG”).[ Jika ada perubahan fungsi dan/atau klasifikasi bangunan gedung, pemilik wajib mengajukan PBG perubahan.
C. Standar Teknis Bangunan Gedung
Standar Teknis Bangunan Gedung (“standar teknis”) adalah acuan yang memuat ketentuan, kriteria, mutu, metode, dan/atau tata cara yang harus dipenuhi dalam proses penyelenggaraan bangunan gedung yang sesuai dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung.
Standar teknis meliputi:
Standar perencanaan dan perancangan bangunan gedung, terdiri dari, Ketentuan tata bangunan, dimaksudkan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya, dengan ketentuan:
Arsitektur bangunan gedung;
peruntukan dan intensitas bangunan gedung, dimuat dalam KRK] yang disediakan oleh pemerintah daerah kota/kabupaten secara elektronik dan didasarkan pada RDTR dan/atau RTBL.
Ketentuan keandalan bangunan gedung, meliputi aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
Ketentuan bangunan gedung di atas dan/atau di dalam tanah, dan/atau air dan/atau prasarana atau sarana umum, dilaksanakan sesuai standar perencanaan dan perancangan serta mempertimbangkan lokasi penempatan, arsitektur, sarana keselamatan, struktur, dan sanitasi.
Ketentuan desain prototipe/purwarupa, disusun oleh kementerian/ lembaga, pemerintah daerah, atau masyarakat[40] berdasarkan pemenuhan standar teknis,
ketentuan pokok tahan gempa, kriteria desain sesuai dengan kebutuhan pembangunan, kondisi geologis dan geografis, ketersediaan bahan bangunan, serta kemudahan pelaksanaan konstruksi.
Standar pelaksanaan dan pengawasan konstruksi bangunan gedung, meliputi pelaksanaan konstruksi, pengawasan konstruksi, dan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK).
Standar pemanfaatan bangunan gedung
Pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh pemilik atau pengelola bangunan gedung melalui divisi yang bertanggung jawab atas pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung, serta pemeriksaan berkala, atau penyedia jasa yang kompeten di bidangnya.
Pemanfaatan dilakukan melalui pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung, serta pemeriksaan berkala bangunan agar bangunan gedung tetap laik fungsi.
Standar pembongkaran bangunan gedung, terdiri atas penetapan, peninjauan, pelaksanaan, pengawasan dan pasca pembongkaran.
Ketentuan penyelenggaraan Bangunan Gedung Cagar Budaya (“BGCB”) yang dilestarikan, terdiri atas penyelenggaraan BGCB yang dilestarikan, pemberian kompensasi, serta insentif dan disinsentif.46]
Ketentuan penyelenggaraan Bangunan Gedung Fungsi Khusus (“BGFK”)
BGFK harus memenuhi standar perencanaan dan perancangan teknis khusus serta standar keamanan fungsi khusus terkait bangunan gedung yang ditetapkan instansi atau lembaga terkait.
Ketentuan penyelenggaraan Bangunan Gedung Hijau (“BGH”)
BGH harus memenuhi standar teknis BGH sesuai dengan tahap penyelenggaraannya, mencakup tahap pemrograman, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan, dan pembongkaran.]
Ketentuan penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara (“BGN”), mencakup tahap pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran.
Ketentuan Dokumen
Setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung menghasilkan dokumen yang merupakan hasil pekerjaan penyedia jasa: dokumen tahap perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan, dan pembongkaran.
Ketentuan pelaku penyelenggaraan bangunan gedung, Mencakup pemilik, penyedia jasa konstruksi, Tim Profesi Ahli, Tim Penilai Teknis, penilik, sekretariat, pengelola bangunan gedung, dan pengelola teknis BGN.
Sanksi Administratif
Setiap pemilik bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi, profesi ahli, penilik, pengkaji teknis, dan/atau pengguna bangunan gedung pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung dikenai sanksi administratif, yaitu :
Peringatan tertulis;
pembatasan kegiatan pembangunan;
penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung;
pembekuan PBG;
pencabutan PBG;
pembekuan SLF bangunan gedung;
pencabutan SLF bangunan gedung; dan/atau perintah pembongkaran bangunan gedung.semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
[1] Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“PP Bangunan Gedung”) [2] Pasal 4 ayat (1) PP Bangunan Gedung [3] Pasal 4 ayat (2) PP Bangunan Gedung [4] Pasal 5 ayat (1) PP Bangunan Gedung [5] Pasal 5 ayat (2) PP Bangunan Gedung
(YEN/RG)