Daerah

HMI Teknologi Demo BPR dan DPMPD Pandeglang Menyoal Dugaan Korupsi

Published on

PANDEGLANG, klikviral.com – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Teknologi Cabang Pandeglang lakukan aksi demonstrasi di depan gedung Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMPD) dengan menduga adanya tindakan korupsi yang di lakukan oleh oknum oknum nakal mengenai pemotongan sejumlah uang secara otomatis dari penghasilan tetep perangkat desa di kabupaten Pandeglang, Kamis (25/5/2023).

Moh Ilham Ketua Umum HMI cabang Pandeglang komisariat di UNMA sekaligus korlap sampaikan dalam orasinya” Berdasarkan temuan di bawah yang kami himpun bahwa ada kalangan perangkat desa yang mengeluh, mengenai dengan adanya penarikan sejumlah uang secara otomatis yang di lakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dari penghasilan tetap perangkat desa yang ada pada setiap rekening milik perangkat desa se kabupaten Pandeglang,”jelasnya.

Lebih lanjut ilham menjelaskan, penarikan itu yang bersumber dari APBDES pada penghasilan tetap perangkat desa yang peruntukannya untuk iuran PPDI kabupaten Pandeglang.

Setelah dipahami iuran tersebut sangat tidak jelas peruntukannya untuk apa saja, sedangkan hal itu terus berjalan setiap bulannya jika di kalkulasikan dari seluruh perangkat desa sekabupaten Pandeglang yaitu 35 kecamatan terkecuali kelurahan tentu sangatlah besar dan luar biasa jumlahnya.

“hal tersebut bisa masuk kepada namanya pungli sedangkan Pungli adalah salah satu tindakan melawan hukum yang diatur dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 junto. Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,,”tegasnya.

Kembali ilham menegaskan, bahwa Pungutan liar adalah termasuk tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus diberantas. ” jika kita mengacu kepada Dalam KUHP, pelaku pungli dijerat dengan Pasal 368 ayat 1. Siapapun yang mengancam atau memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu terancam pidana penjara paling lama sembilan tahun,”paparnya.

Pada intinya, Yang jelas bahwa BPR tidak mempunyai dasar utama, atau aturan tetap mengenai penarikan otomatis kepada nasabahnya salah satunya yaitu pada penghasilan tetap perangkat desa, dan yang di lakukan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), tidaklah sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.

“Tentu hal itu menjadi kajian kami dari kalangan mahasiswa terutama organisasi yang mempunyai peran perjuangan yaitu HMI, yang terus bergerak dalam menyikapi persoalan sosial yang telah terjadi di negara Republik Indonesia, terutama persoalan persoalan di kabupaten Pandeglang, karena kami juga punya data kajiannya. Ujarnya.

Selain itu Cortis Korlap 2 mengatakan, bahwa pihaknya juga menyoroti DPMPD yang mempunyai kedekatan secara etis dan organisatoris dengan perangkat desa, “karena kami lihat DPMPD sering kali diam saja setiap melihat persoalan di kalangan desa, dan jangan selalu intervensi kepada desa mengenai anggaran dana desa, kami sarankan lebih baik maksimalkan saja BUMDES di kabupaten Pandeglang yang sampai sekarang belum maksimal,” katanya.

Lanjut Cortis mengatakan, BPR juga yang seharusnya menjadi harapan masyarakat malah tidak jelas sistem pengelolaan perbankannya.

Maka dengan ini HMI Komisariat Teknologi Cabang Pandeglang lakukan aksi demontrasi bersama seluruh kader HMI Pandeglang dan membawa tuntutan kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR), DPMPD Pandeglang.

Diantara tuntutan itu adalah, Menuntut DPMD untuk bertanggung jawab atas adanya dugaan korupsi mengenai pemotongan iuran secara otomatis terhadap perangkat desa kabupaten Pandeglang.

Menuntut DPMP agar membuat surat pernyataan kesiapan tidak akan melakukan intervensi mengenai anggaran dana -‘desa, ke seluruh desa di kabupaten Pandeglang serta siap maksimalkan BUMDES di kabupaten Pandeglang.

Selain itu, BPR Pandegalng harus bertanggung jawab atas adanya penarikan sejumlah uang perangkat desa secara otomatis dari penghasilan tetap yang bersumber dari APBDRS tanpa dasar yang hukum yang jelas.

“Dugaan pemotongan pajak di awal pada Dana Desa (DD) dan anggaran Dana Desa (ADD) juga kami menduga adalah perbuatan melawan hukum, desa harusnya membayarkan pajaknya setelah kegiatan dilaksanakan bukan di potong sebelum realisasinya suatu kegiatan ADD dan DD, kami menduga adanya penyalah gunaan wewenang dan jabatan oleh kadis dpmpd dan kepala BPR, perhitungan PPH dan PPN pun tidak jelas jika harus d potong di awal sebelum berjalannya suatu kegiatan desa menggunakan dana desa n anggaran dana desa DD/ADD,” ujarnya.

Berapa reward atau fee atas penampungan dana pajak yang di potong di awal oleh Kebijakan serta aturan dpmpd dan bank BPR..?

Usut tuntas dan penjarakan oknum oknum nakal yang diduga melakukan tindakan korupsi, serta penyalahgunaan wewenang dan jabatan.

(YEN/DD)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version