banten
Sengketa Batas. Proses Penerbitan SHM Di Duga Malpraktek
BANTEN.KlikViral.com – Terkait sengketa batas tanah bersertifikat status SHM milik Selvi Romadona yang objeknya terketak di desa Batubantar Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang Banten yang di SP3 kan Polres Pandeglang kini bergulir ke Ombudsman.
Sengketa batas tanah Milik Selvi Romadona dengan H. Imat dan Hj. Neng tersebut akhirnya digulirkan oleh pelapor ke Ombudsman RI perwakilan Provinsi Banten.
Menurut M. Syahputra Siregar suami Silvi Romadona yang didampingi kuasa hukumnya, Arisan Aritonang, SH kepada KlikViral pada Rabu, (1/02/2023) lalu di Serang mengungkapkan, bahwa, masalah ini digulirkan ke Ombudsman karena adanya kekecewaan terhadap pihak terkait yang menangani masalah ini.
Laporan bermula saat diketahui bahwa tanah milik kliennya diduga telah di serobot oleh H. Imat dan Neng, pasalnya, patok batas tanah milik mereka masuk ke tanah milik kliennya, sebelumnya, pihaknya sudah pernah mencoba dengan cara kekeluargaan, namun buntu.
Arisan menuturkan, bahwa pada laporan awal mereka atas sengketa batas ini dilaporkan kepada Polres Pandeglang
namun ditolak oleh petugas SPK disana, dengan alasan agar membuat laporan pengaduan atau Lapdu dahulu.
Akhirnya laporan yang dimaksud pun dilayangkan ke Polres tertanggal 17 Desember 2019 silam, dengan nomor 021/RAB/RIP-PNG/XII/2019 perihal permohonan perlindungan hukum kepada Polres Pandeglang.
Dalam laporan pengaduan tersebut, pihaknya menginginkan pengembalian dan mendudukkan perkara tanah milik kliennya sebagaimana dalam sertifikat tanah tanah Hak milik atas nama kliennya, SHM nomor 00242.
Namun pengaduan tersebut tidak kunjung ada titik terang, sehingga akhirnya pihaknya membuat laporan ke Polres pandeglang dengan nomor : STPL/289/XI/2020/Banten/Res.Pandeglang.
Dalam laporin tersebut, H. Imat dan Neng disebutkan telah melakukan tindak pidana pemakaian tanah tanpa izin dari yang berhak atau kuasanya yang sah sebagaimana di maksud dalam pasal 6 PERPU nomor 51 Tahun 1950.
Namun atas pasal yang dibuat pihak kepolisian didalam laporan tersebut, mereka menolak, karena dinilai tidak sesuai dengan laporan pengaduan yang dilayangkan yakni adanya dugaan melanggar hukum atau pelanggaran hukum sebagaimana pasal 263, jo 385 jo 170. (1e) KUHP.
Syaputra mengungkapkan, petugas SPK saat itu Andi Bara menyebutkan bahwa tentang pasal yang ada dalam laporan mereka nantinya bisa disesuaikan di tengah jalan.
Terang Syaputra lagi, saat kasus ini bergulir di Polda Banten, pihaknya sempat disampaikan oleh pihak Polda, bahwa kasus ini tidak sesuai dengan pasal yang ada dalam laporan mereka, namun bukannya tidak disesuaikan seperti yang pernah disampaikan sebelumnya, tentang pasal dapat disesuaikan ditengah jalan.
“Pada tahap awal sebelumnya Disini kami bermohon agar digunakan pasal 263, jo 385 jo 170 (1e) KUHP, karena ada dugaan pelanggaran atau melanggar hukum terhadap proses pembuatan atau penerbitan Sertifikat yang tidak melibatkan para pihak, baik pemilik maupun tetangga batas, Beber Syaputra.
Dalam Proses laporan di Polres Pandeglang, Syaputra mengaku mereka telah menyerahkan dokumen termasuk Sertifikat atas nama Istrinya, apa namun hanya dokumen mereka yang di minta dan diperiksa pihak kepolisian, dengan alasan karena sebagai pelapor.
Bukan perlindungan hukum yang didapatkan, dengan alasan kurang bukti, Polres Pandeglang melalui Kasat Reskrim Kompol Fajar Mauludi, apa S.I.K mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) nomor SPP. Lidik/9/II/2022/Reskrim tertanggal 11 Februari 2022.
Berpindah ke pihak BPN, menurut Syaputra lagi, progres upaya hukum yang diperoleh adalah pengukuran ulang oleh pihak kantor BPN/ATR kabupaten Pandeglang hingga dua kali dilakukan pertemuan forum atau ekspos pada 16 Desember 2021 dan 13 Januari 2022.
Namun pada ekspos tersebut, pihak BPN sama sekali tidak menggelar atau memperlihatkan warkah kedua objek tanah yang dipersengketakan, walau hal ini sudah dimohon agar BPN membuka dan memperlihatan warkah yang dimaksud.
“Terlampir dua kali berlangsung kegiatan Expose di kantor BPN Pandeglang yang diperlihatkan cuma Gambar Ukur (GU) saja, namun WARKAH tidak dibuka. Expose 1 saya minta ke Pak Ikhsan Kasie. pengukuran untuk dibuka Warkah saya tersebut, apa namun tidak juga dikabulkan. Expose ke dua juga saya minta hal yang sama ke Pak Ikhsan serta Pak Suradji Kepala BPN Pandeglang namun tdk dikabulkan”. Ungkap Syaputra.
Tak sampai disitu, bahkan ungkapnya lagi, pihak mereka (pelapor/Red) sudah beberapa kali melayangkan surat perihal permohonan ini, namun pihak BPN pandeglang sampai saat ini mengabaikan permohonan mereka.
Menurut Syaputra lagi, dalam Akte Hibah tahun 2007 tanahnya adalah seluas 175 M2, akte tersebut dibuat oleh Didin selaku Kades dan wakilnya Asla, pada tahun 2008 mereka ikut program Pronas, setelah semua dokumen atau surat tanah diserahkan ke pihak desa melalui Asla.
Namun dalam proses pembuatan sertifikat program Pronas tersebut Syaputra mengaku mereka tidak pernah diberitahukan dan dilibatkan, hingga pada Oktober 2008 mereka menerima sertifikat dengan luas 131 M2.
Tidak adanya transparansi dari pihak terkait hal tersebut, Syaputra menduga adanya malpraktek dalam proses penerbitan sertifikat” ungkapnya lagi.
Sementara terkait SP3 yang dikeluarkan Polres Pandeglang, melalui kuasa hukumnya, mereka akan menyampaikan laporannya ke Kapolri dan divisi Propam Mabes Polri.
“Inshaa Allah secepatnya kami akan segera melayangkan surat ke Mabes Polri jika belum ada titik terang” ungkap Arisan.
Agung