SERANG Proyek pembangunan sungai Ayip Usman – Warung Jaud diduga Bermasalah. Pasalnya, selain tidak adanya papan informasi di lokasi, proyek tersebut juga diduga telah merusak sawah yang menjadi lahan pertanian, serta diduga asal jadi.
Pantauan dilapangan, diduga guna mengelabui masyarakat, papan informasi proyek tersebut sengaja dipasang di tempat berbeda jauh dari lokasi proyek. Kemudian, dalam pelaksanaannya, sejumlah sawah yang berada disekitar, tampak tidak dapat dipakai karena dijadikan sebagai tempat penimbunan bahan material, serta pematang (galengan) sawah rusak total.
Selain itu, dalam pemasangan tembok penahan saluran irigasi, diduga asal jadi tidak memakai kawat dan adukan semen, sebagian hanya tumpukan batu yang disusun.
Informasi yang didapat, proyek tersebut merupakan kegiatan dari Dinas PUPR Kota Serang untuk proyek Pembangunan Sungai Ayip Usman Warung Jaud, dengan nilai kontrak Rp 2.016.911.000 bersumber dari Bantuan Provinsi (Banprov) tahun 2024.
Iyan (42) Salah seorang warga Banten Indah Permai mengatakan, dirinya mengeluhkan proyek tersebut karena selain debu akibat lalu lalang kendaraan pengangkut bahan material, proyek juga dianggap telah merusak lahan pertanian.
“Debu. Terus itu sawah jadi rusak, meski belum masa tanam, tapi kok boleh merusak lahan pertanian,” ujarnya, Senin (23/09/2024).
Terpisah salah seorang aktivis di Kota Serang, Suparman U Junaedi mengatakan, siapapun yang dengan sengaja merusak, dan mengalihfungsikan lahan pertanian, maka tentu akan ada sanksinya.
“Siapapun yang merusak atau mengalihfungsikan lahan pertanian, tentu akan ada sanksinya, baik denda maupun pidana. Sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan,” tegasnya.
Untuk itu, Parman mengaku pihaknya akan melakukan investigasi mendalam terhadap temuan tersebut. Termasuk dugaan dalam proyek. Terlebih kegiatan itu merupakan Banprov.
“Nanti kami akan bentuk tim investigasi untuk mendalami dugaan ini. Jika benar, tentu akan kita tindaklanjuti dengan melaporkan ke Aparat Penegak Hukum,” ungkapnya.
Diketahui, Pasal 44 UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (UU PLPPB), dan UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan;
Dimana pelanggaran ketentuan Pasal 44 ayat (1) UU No. 41 Tahun 2009 dinyakan pada Pasal 72
jo. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yaitu:
Pasal 72:
(1) Orang perseorangan yang melakukan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Orang perseorangan yang tidak melakukan kewajiban mengembalikan keadaan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan ke keadaan semula sebagaimana dimaksud dalam Pasal
50 ayat (2) dan Pasal 51 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh
pejabat pemerintah, pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana yang diancamkan.
Kemudian Pasal 19 UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian, menyatakan;
Pasal 19:
(1) Setiap Orang dilarang mengalihfungsikan Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan
budi daya Pertanian.
(2) Dalam hal untuk kepentingan umum, Lahan budi daya Pertanian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dialihfungsikan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan